Kamu tahu apa kesalahan terbesar kita tentang dunia?
Kita selalu berpikir bahwa waktu
adalah milik kita dan selalu ada nanti.
Kamu selalu tersenyum saat mengantarku
ke bandara. Berkali-kali kamu katakan, “Sampai Jumpa nanti.”
Aku ingin bilang, sesekali jadilah
seorang yang egois untuk memintaku tinggal.
Karena saat yang terucap adalah
kata nanti, Aku hanya bisa menarik napas dan berdoa dalam-dalam semoga nanti
itu benar adanya.
Sore itu, kamu terduduk sambil melamun
memandang hujan rintik di luar jendela kamar.
Secangkir kopi hitam hangat selalu
ada dalam jangkauan jemari mu.
Jangan terlalu terikat kuat, kita
tidak boleh jadi orang seperti itu. Ucapmu sore itu.
Aku adalah aku, dan kamu adalah
kamu.
Kita tidak menjadikan aku dan kamu
sesuatu wujud yang baru yang harus dituruti.
Ini adalah saat-saat aku ingin
memelukmu dan mengatakan,
Jangan terlalu serius, dahi mu
jadi mengkerut.
Aku tahu kamu hanya mencoba
menghiburku bahwa tidak penting untuk selalu bersama.
Dulu aku selalu bercanda tentang
pergi jauh dan sendiri.
Tentang bagaimana kebebasan itu
akan sangat menyenangkan.
Dulu, sebelum kita bertemu di
sudut ruangan malam itu dan berbicara tentang masa depan.
Aku katakan, “Nanti akan demikian.”
Kamu bilang, “Ya, nanti akan
begitu.”
Aku pikir selalu menyenangkan
menjadi orang yang pergi meninggalkan.
Menjadi orang yang ditunggu.
Namun Malam ini,
Kamu menuliskan kata-kata panjang
dalam secarik kertas bekas bon makan malam kita,
Tentang bagaimana seharusnya aku
menghadapi setiap kepergian,
Tidak pernah ada kata untuk
tinggal, dan selalu ada kata nanti disana,
Yang kita berdua tahu,
Nanti….
Bisa jadi tak akan pernah ada.
Komentar
Posting Komentar